Semangat kebangsaan untuk melakukan pembangunan
hukum serta pemenuhan dan pemajuan hak asasi manusia mengalami peningkatan yang
luar biasa dan menjadi tuntutan utama masyarakat ketika memperjuangkan
reformasi dan kini terus diperjuangkan. Keadaan ini telah memaksa
lembaga-lembaga yang bertanggung jawab di bidang pembangunan hukum dan hak
asasi untuk melaksanakan tugas dan fungsinya secara akuntabel dan good
governance. Namun yang tampak dipermukaan justru menunjukkan
“keterpurukan” dan terkesan adanya ketidakharmonisan di antara lembaga-lembaga
resmi negara tersebut.
Sementara pada waktu yang sama pemerintah daerah
(pemda) dituntut untuk berlaku otonom, termasuk diberikan kewenangan untuk
mengatur pemerintahan daerahnya sendiri dengan peraturan yang bersifat lex
sepecialis dalam bentuk peraturan daerah (perda). Namun pemerintah pusat
masih menemukan banyak perda yang bermasalah atau tidak harmonis dengan peraturan
perundang-undangan diatasnya dan atau hak asasi manusia.
Dalam keadaan yang demikian itu, maka menjadi
wajar jika masyarakat tidak percaya dengan hukum sekaligus dengan aparatur yang
melaksanakan pembangunan hukum dan hak asasi manusia. Lebih parah lagi kini
masyarakat banyak disuguhi konflik antar instansi penegak hukum yang
mengakibatkan “cidera” hingga “cacat” kelembagaan. Masyarakat juga diberi
tontonan dengan ditangkapnya para penyelenggara negara dan pemerintahan baik di
pusat dan daerah akibat “mal administrasi” yang melibatkan para pengusaha,
hingga merugkian keuangan negara.
Permasalahan tersebut sesungguhnya bisa dilakukan
pencegahan jika di setiap daerah, seluruh institusi mampu bekerjasasama dengan
perguruan tinggi dan segenap lapisan masyarakat yang aktif dalam pembangunan
hukum dan hak asasi manusia serta dunia usaha. Sehingga institusi-institusi
tersebut dapat saling mengingatkan, memberikan bantuan pemikiran secara
harmonis dalam suasana yang kondusif dan tidak terhambat oleh sistem kerja
birokrasi yang rumit, bahkan sering menutup kemungkinan untuk kerja sama.
Kondisi tersebut sepertinya hanya mungkin dapat
diwujudkan jika seluruh pihak bersedia berkomitmen untuk melaksanakan
pembangunan hukum dan hak asasi manusia secara bersama-sama.
Menyadari akan hal di atas maka Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusi Provinsi Bali akan bekerja sama dengan Pemerintah Daerah, Instansi,
Perguruan Tinggi, Organisasi Provesi dan Lembaga Swadaya Masyarakat serta
Negara Sahabat dan Organisasi Internasional untuk akan mewujudkan komitmen
bersama dalam pembangunan hukum dan hak asasi manusia di Provinsi Bali melalui
optimalisasi Law and Human Rights Center (Pusat Pelayanan Terpadu
Hukum dan Hak Asasi Manusia).
Maksud dan Tujuan
Maksud kerjasama dalam optimalisasi Law and Human Rights Center (Pusat Pelayanan Terpadu Hukum dan Hak Asasi Manusia) adalah sebagai langkah awal fundamental, yang dapat menjadi “model” nasional dalam mempercepat pembangunan hukum dan hak asasi manusia, khususnya dalam mencegah terjadinya konflik hukum dan hak asasi manusia serta menjaga kepercayaan masyarakat dan kewibawaan pemerintah dalam pelaksanaan pembanngunan guna terwujudnya masyarakat yang demokratis, berkeadilan dan sejahtera.
Adapun tujuannya adalah untuk antara lain:Maksud kerjasama dalam optimalisasi Law and Human Rights Center (Pusat Pelayanan Terpadu Hukum dan Hak Asasi Manusia) adalah sebagai langkah awal fundamental, yang dapat menjadi “model” nasional dalam mempercepat pembangunan hukum dan hak asasi manusia, khususnya dalam mencegah terjadinya konflik hukum dan hak asasi manusia serta menjaga kepercayaan masyarakat dan kewibawaan pemerintah dalam pelaksanaan pembanngunan guna terwujudnya masyarakat yang demokratis, berkeadilan dan sejahtera.
1. Melaksanakan reformasi birokrasi menuju pelayanan yang cepat (fast), akurat (accurately), transparan (transparently) dan penuh keramah-tamahan (lovely).
2. Meningkatkan kerjasama antar institusi dan perguruan tinggi serta segenap komponen masyarakat dalam pembangunan hukum dan hak asasi manusia di bawah koordinator Kantor Wilayah Kementeriaan Hukum dan HAM Bali dengan “payung” Gubernur Provinsi Bali;
3. Membangun kelembagaan yang merupakan think tank (tangki pemikiran) dan pelaku asistensi Pemerintahan Daerah di Provinsi Bali dalam pelaksanaan pembangunan hukum dan hak asasi manusia;
4. Membantu pemerintahan daerah dalam menyusun peraturan daerah, serta kebijakan hukum dan hak asasi manusasia;
5. Mencegah terjadinya disharmoni antar institusi dalam melihat permasalahan hukum dan hak asasi manusia dan penyelesaiaannya, termasuk antisipasi dalam penyelesaian “mal administrasi” (baca korupsi) di pemerintahan daerah;
6. Memperkuat jaringan law center, dan “jaringan pemenuhan dan pemajuan hak asasi manusia” di seluruh daerah di Provinsi Bali;
7. Membangun kemitraan institusi pemerintahan dengan masyarakat dalam mempercepat terwujudnya pemerintahan yang demokratis, adil dan sejahtera di Provinsi Bali.
Posted by 06.39 and have
0
komentar
, Published at
Tidak ada komentar:
Posting Komentar